Sudah satu jam ini aku menunggunya. Namun ia belum datang juga.
Hujan di luar sana kembali deras ,sesekali diiringi kilatan petir yang
menggelegar. Aku semakin khawatir. Ku bergegas merogoh kantong sebelah
kanan rokku,bermaksud akan menelponnya. Tapi..Akh, rupanya batterai Hp
ku Habis aku lupa semalam tidak mengecasnya. Bagaimana ini?
Kekhawatiranku akhirnya terjawab setelah aku melihatnya di ujung halte
sana. Dia melambaikan tangannya ke arahku.
Aku segera berlari menghampirinya. Jarak antara tempatku berdiri dengan
halte itu lumayan jauh. Tapi aku tak peduli . Aku akan segera
menyusulmu..tunggu aku Citra.
Aku tyas, Lengkapnya Ayuningtyas Ahyani ,perempuan ,17 tahun. Dan dia
adalah Citra ,sahabatku. Ia asli Bandung. Tinggi, putih dan yang
membuatku tertarik padanya adalah sorotan matanya yang tajam. Berbalut
jilbab panjang warna coklat sangat pas ia kenakan ketika aku pertama
kali bertemu dengannya di dalam kelas.Aku kagum dengan sosoknya.
Aku mengenalnya ketika satu kelompok praktikum mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Dan kebetulan jalan menuju pulang kerumah kami satu arah,dari
situlah kami mulai dekat. Hampir setiap hari kami pulang bersama. Tidak
jarang obrolan-obrolan kecil terlontar dari bibir kami. Namun ada
beberapa obrolan yang terkadang tidak ku sukai,yaitu ketika ia
membicarakan tentang pacar satu-satunya. Entah mengapa ,aku tidak
menyukai ia membahas topik itu. Tidak hanya karena pacarnya yang
dibilang kurang perhatian sama dia,tetapi karena ia yang terlalu sayang
sama pacarnya itu. Tapi ya..apa mau dikata? Bagiku dia tidak menangis
pun ,sudah bersyukur. Ini karena ia yang selalu terlihat berkaca-kaca
menceritakan perlakuan pacarnya.
Pernah suatu hari kulihat Citra menangis.
“kenapa?? Farel lagi??” Tanya ku. Saat itu jam belajar kami kosong
dengan begitu aku dapat berleha-leha menghampiri tempat duduk dan duduk
manis di sampingnya.
Dia hanya mengangguk. Lalu melanjutkan tangisnya.
Aku bingung ,tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tahu,selama ini dia lebih banyak berkorban dibanding Farel,pacarnya.
“putusin aja.kalau emang udah enggak tahan mah?!!” ujarku,berusaha memberi solusi.
“tapi aku sayang dia ,tyaass..” balasnya. Dan hanya itu yang selalu ia
katakan saat aku menyinggung perihal apa yang sebaiknya ia lakukan.
Telingaku nyaris bosan mendengarnya. Sempat tersirat di benakku untuk
jujur padanya tentang apa yang ku rasakan saat ini.
Langit tampak semakin gelap,jam di tanganku sudah menunjukkan pukul
16.38.Sore ini matanya begitu sembab. Aku khawatir sesuatu buruk terjadi
padanya. Perlahan aku menghampirinya yang sedari tadi menunduk.
“kamu kenapa?? Sedih lagi?” sapaku
“enggak.” Jawabnya,pendek dan nampak ketus.
Aku yakin sesuatu tengah melandanya. Aku merasakan itu, terlebih
disela-sela air hujan aku masih bisa melihat air mata yang mengalir dari
sudut matanya.
“jujur,kamu kenapa?” desakku.
Citra semakin menunduk, sesaat kemudian tangisnya pecah.
“Ak ….ak…aku putus sama Farel,yas…” ungkapnya terbata dan terdengar menyayat.
“Sudah ku duga.” Lirihku.
Dia semakin menangis. Dan aku semakin khawatir.
“udah,,jangan sedih lagi..percayalah,diluar sana masih ada laki-laki
yang lebih baik daripada dia, dan kamu juga harus yakin kalau selama ini
,ada sosok yang begitu mengharapkan cintamu. Dia begitu dekat.” Ujarku
berusaha memberi motivasi agar ia sedikit tenang.
“ siapa? Enggak ada!”
“ada!”
“siapa? Bawa dia kehadapan aku!” gertaknya.
Aku tak menjawab.
Kami saling terdiam. Hening pun semakin menjadi,yang terdengar hanya
rintik hujan yang kian membasahi lantai tanah di hadapan kami.
Sedikit demi sedikit,ia menyandarkan kepalanya kebahuku.
Perasaan haru bercampur takut berkecamuk. Aku takut dia tak lagi
menerimaku setelah dia tahu siapa aku. Namun,tidak dapat dipungkiri ada
getaran yang sesekali meletup dalam dadaku,aku harap ini salah. Tapi
ternyata aku terlebih dulu menyadarinya. Aku mencintaimu citra… ya, aku
mencintaimu. Dengan sadarku,aku mencintaimu. Maaf Citra. Rasa ini
sengaja ku sembunyikan agar kita tetap bersama.
Ku tahu,rasa ini tidak semestinya bersemi untukmu. Apalagi semakin
dalam dan mengurat hingga ke relung jiwaku. Tapi tentu kamu pun tahu.
Hati tidak akan pernah salah dalam berkata. Dan inilah kata hati ku.
Mencinta yang tak semestinya. Yaitu kamu.
Cerpen Karangan: Darinurrin Dinihari
Facebook: http://www.facebook.com/darinurrin.dinihari
Darinurrin Dinihari adalah nama pena dari Iqlimah Khadari. sekarang saya
duduk di kelas xii di salah satu SMA Negeri di kota Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar